Selasa, 21 Juli 2020

HIDUP ADALAH


Dulu aku merasa bahwa diri ini memang berbeda
Sering ku berusaha, meratapi, mengkhayalkan seandainya aku seperti yang lain
Hari hariku kulewati dengan ketidak percaya dirian
Karena aku merasa tidak sama dengan mereka
Banyak pertanyaan yang ringan bagi penanya namun berat untuk kujawab
Karena keberbedaan aku dengan yang lain.
Akhirnya aku mencari sendiri dalam sudutku sendiri
Yang akhirnya membentuk aku dengan karakterku kini
Tak jarang kugugat tuhan disela penghambaanku
Aku meratap memohon atas nama keadilan pada Dzat yang Maha Adil
Astaghfirullohaladzim….

Kini diambang kematanganku
Persamaan yang kuharapkan tak kunjung jua ada
Selalu serba berbeda
Karena cerminku jalan hidup orang lain
Karena obsesiku kesamaan dengan mereka
Tak jarang di sudut perenunganku, ku ungkap pada Tuhanku tentang khayal dan harapku
Lalu menjadikan diri dan jalanku ini sebagai legitimasi untuk segala kelemahanku
Ah naïf sekali

Tuhan
Aku mohon maaf atas kelancanganku
Menggugat-Mu tanpa tahu malu
Kini kuprinsipkan hidupku
Bahwa Aku adalah apa yang ada saat ini.
Karena hidup bukanlah harapan
Tapi hidup adalah kenyataan


22 Juli 2020

Selasa, 07 Juli 2020

HARIANEUN




HARIANEUN



Lain eta nu dipikamelang
Lubarna lalangse lain totonden leburna rangasu
Tetep napak lir tapak jalak ngagurat jagat
Ngan kururub padung nu bisa nundung
Najan natrat alamat dina tutunggul
Hamo ngaguar paitna beuti nu moal lebur....
Reup....





Gunung Manglayang,
Wanci pecat sawed, Syawal katompernakeun

Surat Cinta untuk Kekasih Abadi


7 Juli 2020
Just for you, Honey (Iya Sayang)

Assalamualaikum Wr wb

Semoga kamu senantiasa dalam lindungan Allah swt.
Hari ini ada perasaan yang sama saat kita mengenang peristiwa bersama yang penuh makna.

18 tahun yang lalu.
 Ya… 18 tahun sudah kita tinggalkan titik nol, terus mengayuh dengan keringat dan cucuran peluh. Tak jarang ada duri yang sempat menancap di kaki kita, kadang kita mengaduh atau meringis nangis. Tapi kembali kita saling meyakinkan bahwa duri itu bagian dari mawar yang anggun menawan. Kamu pun tersenyum mesti kadang terbayang bimbang. Ya… bimbang dengan ketegaran dan keteguhan kita.
Setiap tahun kita saling mengingatkan akan moment indah di malam itu. Tanpa kursi singgasana, tanpa busana merona, tanpa pernak pernik nan cantik bahkan tanpa bait bait kertas undangan.

Jika kamu berrharap bahwa setiap tahun ada sebait puisi puja puji yang tersaji…., ah sepertinya itu biasa. Karena kamu pun tahu dari mana muara kata bak mutiara itu berada. Kini aku ingatkan kamu dengan sesuatu yang berbeda dan sedikit dewasa.

18 tahun sudah kita bersama. Dan entah berapa tahun lagi kita berkelana di alam fana. Aku tak berani mengatakan janji untuk selalu bersama, karena di kedewasaan kita, kita semakin memahami  bahwa lambat laun  kita akan berpisah sementara. Bukan perpisahan sementara yang harus jadi tema, namun pertemuan nanti  di alam sana yang harus kita persiapkan. Agar bangkitku dan bangkitmu serta bangkitnya ketiga anak-anak kita, adalah pada waktu, tempat, dan kondisi yang sama. Suasana bersama dalam mahligai surga sang Pencipta.

Tengoklah anak gadis kita, tinggi semampai setinggi cita-citaku untuk membahagiakanmu
Pada sosoknya  terwujud lah cinta putihku untukmu. Tidak perlu dengan aksara atau wujud benda, cukup lihatlah senyumnya, tawanya, bahkan marah dan manjanya.. di situlah cita cinta dariku, suamimu, untuk dirimu dan hanya untuk  dirimu.

Tengoklah dua jagoan kita. Ku persembahkan bagimu untuk menjadi penjaga setiamu.
Bukankah pengabdian anak lelaki pada ibunya tidak ada batas waktu hingga hayatmu?
Akan kutancapkan dan kupatrikan pada hati mereka; kedua anak lelaki kita; agar mereka selalu  memuliakanmu.
Itulah persembahanku  padamu.

18 tahun sudah kita bersama, pun dengan perpisahan sementara,  tentunya sangatlah tidak terasa, terlebih masa itu tidak bisa dirasa dan tidak kentara.
Kalaulah aku suamimu ditakdirkan “berjalan” duluan ke haribaan, antarlah aku dengan ketulusan dan keikhlasanmu dari segala kekuranganku. Lalu biarkanlah anak gadis kita mewakilkan cintanya dengan taburan bunga. Ya… bunga mawar yang durinya pernah “mengingatkan” kita. Mawar itu akan sampaikan pesan yang tersurat pada setiap kelopaknya. Tentang  kesaksian perjalanan bersama kita.
Lalu biarkanlah kedua lelakiku yang akan mensucikan jasadku dengan air menyejukan. Menghiasi tubuhku dengan pakaian terakhirku dan mendirikan shalat untukku, serta membisikan kalimat terakhir pada pembaringan terakhirku.

18 tahun sudah kita bersama, kuharap kamu tetap selaraskan irama dengan nada langkahku. Agar  kita tetap seimbang dan tidak ada suara sumbang . Biarkanlah pentas kita ini menjadi pertunjukan untuk anak-anak kita. Yang bercerita tentang manisnya cinta, indahnya hubungan keluarga, hingga berhikmah dan menjadi panduan buat mereka kelak.

18 tahun sudah kita bersama, sekali lagi kukatakan, bukan kebendaan yang menjadi lambang pencapaian, tapi ketenangan dan kenyamanan yang bisa menjadi ukuran.

Selamat hidup berselimut cinta, my beloved wife



Dari suamimu,

Aef saefudin