7
Juli 2020
Just for you, Honey (Iya Sayang)
Assalamualaikum Wr wb
Semoga
kamu senantiasa dalam lindungan Allah swt.
Hari
ini ada perasaan yang sama saat kita mengenang peristiwa bersama yang penuh
makna.
18
tahun yang lalu.
Ya… 18 tahun sudah kita tinggalkan titik nol,
terus mengayuh dengan keringat dan cucuran peluh. Tak jarang ada duri yang
sempat menancap di kaki kita, kadang kita mengaduh atau meringis nangis. Tapi
kembali kita saling meyakinkan bahwa duri itu bagian dari mawar yang anggun
menawan. Kamu pun tersenyum mesti kadang terbayang bimbang. Ya… bimbang dengan
ketegaran dan keteguhan kita.
Setiap
tahun kita saling mengingatkan akan moment
indah di malam itu. Tanpa kursi singgasana, tanpa busana merona, tanpa pernak
pernik nan cantik bahkan tanpa bait bait kertas undangan.
Jika
kamu berrharap bahwa setiap tahun ada sebait puisi puja puji yang tersaji…., ah
sepertinya itu biasa. Karena kamu pun tahu dari mana muara kata bak mutiara itu
berada. Kini aku ingatkan kamu dengan sesuatu yang berbeda dan sedikit dewasa.
18
tahun sudah kita bersama. Dan entah berapa tahun lagi kita berkelana di alam
fana. Aku tak berani mengatakan janji untuk selalu bersama, karena di
kedewasaan kita, kita semakin memahami bahwa lambat laun kita akan berpisah sementara. Bukan
perpisahan sementara yang harus jadi tema, namun pertemuan nanti di alam sana yang harus kita persiapkan. Agar
bangkitku dan bangkitmu serta bangkitnya ketiga anak-anak kita, adalah pada
waktu, tempat, dan kondisi yang sama. Suasana bersama dalam mahligai surga sang
Pencipta.
Tengoklah
anak gadis kita, tinggi semampai setinggi cita-citaku untuk membahagiakanmu
Pada
sosoknya terwujud lah cinta putihku
untukmu. Tidak perlu dengan aksara atau wujud benda, cukup lihatlah senyumnya,
tawanya, bahkan marah dan manjanya.. di situlah cita cinta dariku, suamimu,
untuk dirimu dan hanya untuk dirimu.
Tengoklah
dua jagoan kita. Ku persembahkan bagimu untuk menjadi penjaga setiamu.
Bukankah
pengabdian anak lelaki pada ibunya tidak ada batas waktu hingga hayatmu?
Akan
kutancapkan dan kupatrikan pada hati mereka; kedua anak lelaki kita; agar
mereka selalu memuliakanmu.
Itulah
persembahanku padamu.
18
tahun sudah kita bersama, pun dengan perpisahan sementara, tentunya sangatlah tidak terasa, terlebih masa
itu tidak bisa dirasa dan tidak kentara.
Kalaulah
aku suamimu ditakdirkan “berjalan” duluan ke haribaan, antarlah aku dengan
ketulusan dan keikhlasanmu dari segala kekuranganku. Lalu biarkanlah anak gadis
kita mewakilkan cintanya dengan taburan bunga. Ya… bunga mawar yang durinya
pernah “mengingatkan” kita. Mawar itu akan sampaikan pesan yang tersurat pada
setiap kelopaknya. Tentang kesaksian
perjalanan bersama kita.
Lalu
biarkanlah kedua lelakiku yang akan mensucikan jasadku dengan air menyejukan.
Menghiasi tubuhku dengan pakaian terakhirku dan mendirikan shalat untukku, serta membisikan kalimat terakhir pada pembaringan terakhirku.
18
tahun sudah kita bersama, kuharap kamu tetap selaraskan irama dengan nada
langkahku. Agar kita tetap seimbang dan
tidak ada suara sumbang . Biarkanlah pentas kita ini menjadi pertunjukan untuk
anak-anak kita. Yang bercerita tentang manisnya cinta, indahnya hubungan
keluarga, hingga berhikmah dan menjadi panduan buat mereka kelak.
18
tahun sudah kita bersama, sekali lagi kukatakan, bukan kebendaan yang menjadi
lambang pencapaian, tapi ketenangan dan kenyamanan yang bisa menjadi ukuran.
Selamat
hidup berselimut cinta, my beloved wife
Dari suamimu,
Aef saefudin